MAKALAH
“KONSEP
PENETAPAN HARGA POKOK PRODUK”
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK
2
ADE
SOPIAN
61201113113
EMA
ROCHMAWATININGSIH 61201113124
ERRY
CAHYA PERMANA 61201113126
MOHAMAD
JALALUH UMMAH 61201113135
KANDAR
61201113132
FAKULTAS
EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN UNIVERSITAS NURTANIO BANDUNG

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
”KONSEP PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI
.”
Evaluasi penentuan
harga pokok produksi mempunyai peranan penting bagi perusahaan untuk membantu
dalam menentukan harga jual suatu produk, perusahaan terlebih dahulu harus
menghitung harga pokok produksinya. Hal ini mengingat bahwa harga jual
ditentukan dengan menjumlah harga pokok produksi per unit dengan tingkat laba
yang diinginkan perusahaan sehingga tanpa adanya penentuan harga pokok produksi
per unit perusahaan akan mengalami kesulitan di dalam menentukan harga jual
produk yang dihasilkan.
Ketepatan penentuan
harga pokok produksi menjadi hal yang penting bagi perusahaan, karena ketepatan
penentuan harga pokok produksi mempengaruhi ketepatan harga jual yang
diinformasikan. Harga pokok produksi yang tepat dapat diartikan bahwa harga
pokok produksi tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah. Oleh karena itu, harga
pokok produksi harus dihitung dan ditetapkan secara tepat sehingga harga
jualnya menjadi tepat pula. Harga pokok produksi dapat ditentukan dengan metode
full costing atau variable costing.
DAFTAR
ISI
Kata pengantar…..………………………………………………………… i
Daftar isi…………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………... 1
A. Latar Belakang masalah………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah..……………………………………………………... 3
C. Tujuan Penulisan...……………………………………………………... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………..………… 4
A. Pengertian Biaya dan Akuntansi Biaya.......………………………….... 4
B. Pengertian Harga Pokok Produksi……………………………………... 10
C. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi…… ……………….... 11
D. Perbandingan Job Order Casting dan Process
Costing ………............. 13
E. Unsur-unsur Biaya Produksi…………………….……………………... 15
F. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi……………………………... 19
G. Perbedaan Metode Full Costing dan Variable
Costing……....................
20
H. Manfaat Informasi yang Dihasilkan oleh Metode
Full Costing dan
Variable
Costing……………………………………………………… 22
I. Simulasi Aplikasi Perhitungan Harga jual
Produk…………………… 25
BAB III MEMECAHKAN KASUS PEMASARAN…………………… 27
A. Masalah Usaha………………………………………………………... 27
B. Sumber-sumber
Informasi Usaha…………………………………….. 30
BAB IV PENUTUP………………………………………………………... 38
A. Kesimpulan………………………...……………………………............ 38
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 39
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia bisnis,
persaingan antar perusahaan merupakan hal yang wajar. Setiap perusahaan
berusaha menawarkan produk mereka dengan keunggulan masing-masing. Selain
bersaing dalam hal kualitas, mereka juga bersaing dalam masalah harga, karena
hanya produk dengan kualitas terbaik dan harga paling murah, yang paling
diminati dan dicari oleh konsumen. Sebelum perusahaan menentukan harga jual
suatu produk, perusahaan terlebih dahulu harus menghitung harga pokok
produksinya. Hal ini mengingat bahwa harga jual ditentukan dengan menjumlah
harga pokok produksi per unit dengan tingkat laba yang diinginkan perusahaan
sehingga tanpa adanya penentuan harga pokok produksi per unit perusahaan akan mengalami
kesulitan di dalam menentukan harga jual produk yang dihasilkan.
Dalam beberapa hal,
keberhasilan bisnis tergantung pada informasi penentuan harga pokok produksi
antara lain (Wahyuningsih, 2004):
1.
Biaya satuan
produk merupakan elemen penting dalam penentuan harga jual yang wajar bagi
sebuah produk. Meskipun biaya satuan produk bukanlah satu-satunya informasi
yang dipakai untuk menentukan suatu harga. Apabila biaya-biaya produk tidak
tertutupi oleh harganya, maka perusahaan tidak akan memperoleh laba.
2.
Informasi penentuan biaya pokok produk sering
menjadi dasar dalam memperkirakan biaya-biaya yang akan datang yang biasanya
dituangkan dalam sebuah anggaran, dimana anggaran tersebut digunakan sebagai
alat perencanaan dalam pemakaian sumber-sumber daya yang efektif.
3.
Pengendalian
kegiatan dan biaya juga difasilitasi oleh informasi biaya produk. Apabila biaya
operasi terlalu tinggi dan harus dipangkas, maka biaya produk dapat dipecah ke
dalam beberapa bagian, guna menentukan biaya-biaya yang dapat ditekan.
Harga pokok produksi
merupakan keseluruhan biaya produksi yang terserap ke dalam setiap unit produk
yang dihasilkan perusahaan. Secara umum biaya produksi dibagi menjadi tiga
elemen yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya produksi
lainnya (Biaya Overhead Pabrik). Untuk pengumpulan biaya produksi
ditentukan oleh karakteristik proses produksi yang dihasilkan perusahaan.
Karakteristik kegiatan perusahaan
menggunakan metode pengumpulan biaya produksi. Ada dua macam metode pengumpulan
biaya produksi yaitu: metode harga pokok proses dan metode harga pokok pesanan.
Untuk kepentingan perencanaan laba jangka pendek, manajemen memerlukan
informasi biaya yang dipisahkan menurut perilaku biaya dalam hubungannya dengan
perubahan volume kegiatan. Penentuan harga pokok produksi dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu metode full costing dan variable costing.
Full costing memperlakukan semua biaya produksi sebagai harga pokok (product
cost) tanpa memperhatikan apakah biaya tersebut variabel atau tetap. Harga
pokok produksi dengan metode ini terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung dan overhead pabrik tetap dan variabel. Variable costing,
hanya biaya produksi yang berubah-ubah sesuai dengan output yang diperlakukan
sebagai harga pokok. Umumnya terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead variabel.
Ketepatan penentuan
harga pokok produksi dipengaruhi oleh ketepatan di dalam pengakumulasian dan
penghitungan biaya produksi yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung dan biaya baprik lainnya (biaya overhead pabrik). Biaya bahan
baku diakumulasikan dan diperhitungkan dengan menghitung jumlah pemakaian bahan
baku yang digunakan untuk memproduksi dengan harga bahan baku yang
bersangkutan. Biaya tenaga kerja diakumulasikan dan diperhitungkan dengan
menghitung jumlah tenaga kerja pada bagian produksi dengan jumlah waktu yang
digunakan untuk mengerjakan produk serta tarif upah yang digunakan. Biaya overhead
pabrik ditentukan dengan menggunakan sebuah tarif yang ditentukan di muka
dan didasarkan pada dasar penentuan tarif tertentu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan di atas, maka kami akan menitikberatkan pada
masalah utama yaitu:
1.
Biaya Overhead
Pabrik apa saja yang belum dihitung?
2.
Berapa harga
pokok produksi dengan pendekatan full costing dan variable costing pada
pembuatan suatu produk
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam
pembuatan makalah ini yaitu:
1.
Untuk mengetahui
besarnya biaya-biaya produksi yaitu: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead pabrik.
2.
Untuk mengetahui
penentuan harga pokok produksi dengan full costing dan variable
costing
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Pengertian Biaya dan Akuntansi Biaya
Dalam
arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam
satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk
tujuan tertentu (Mulyadi, 2000: 8). Dalam arti sempit biaya dapat diartikan
sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva (Mulyadi,
2000: 10).
Biaya
adalah pengorbanan ekonomi yang dibuat untuk memperoleh barang atau
jasa. Biaya adalah aliran keluar pemakaian lain aktiva atau timbulnya utang
(atau kombinasi keduanya) selama satu periode yang berasal dari penyerahan
atau pembuatan barang, penyerahan jasa atau pelaksanaan kegiatan lain
yang merupakan kegiatan utama badan usaha.
Akuntansi
adalah proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan informasi
ekonomi untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan
tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut. Fungsi utama
akuntansi biaya adalah mengumpulkan dan menganalisis data mengenai
biaya, baik biaya yang telah maupun yang akan terjadi. Informasi yang
dihasilkan berguna bagi manajemen sebagai alat kontrol atas kegiatan yang
telah dilakukan dan bermanfaat untuk membuat rencana di masa mendatang
(Soemarso, 2004: 8).
Akuntansi
biaya membantu manajemen dalam masalah klasifikasi biaya, yaitu proses
pengelompokan biaya ke dalam kelompok tertentu menurut persamaan yang ada untuk
memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan manajemen.
Akuntansi
biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya
pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara tertentu, serta
penafsiran terhadapnya (Mulyadi, 2000: 6). Obyek kegiatan akuntansi biaya adalah
biaya. Umumnya akuntansi biaya yang diterapkan dalam perusahaan manufaktur
lebih kompleks bila dibandingkan dengan yang diterapkan pada perusahaan jasa.
Salah satu tujuan akuntansi biaya adalah untuk menentukan harga pokok produk.
Dalam menghitung biaya produksi, akuntansi biaya harus mengikuti proses
pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Setiap tahap pengolahan bahan baku
memerlukan pengorbanan sumber ekonomi, sehingga akuntansi biaya digunakan untuk
mencatat setiap sumber ekonomi yang dikorbankan dalam setiap tahap pengolahan
tersebut untuk menghasilkan informasi biaya produksi yang dikonsumsi untuk menghasilkan
produk. Menurut Mulyadi (2000), akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan pokok
adalah sebagai berikut ini:
1. Penentuan
harga pokok produk
Untuk memenuhi tujuan penentuan harga
pokok produk, akuntansi biaya mencatat, menggolongkan, meringkas biaya-biaya
pembuatan produk atau penyerahan jasa. Biaya yang dikumpulkan dan disajikan adalah
biaya yang terjadi di masa lalu atau historis.
2. Pengendalian
biaya
Pengendalian biaya harus didahului
dengan penentuan biaya yang sesungguhnya dikeluarkan untuk memproduksi satu
satuan produk. Jika biaya yang seharusnya ini telah ditetapkan, akuntansi
bertugas untuk membantu apakah pengeluaran biaya sesungguhnya telah sesuai dengan
yang seharusnya tersebut
3. Pengambilan
keputusan khusus
Akuntansi untuk pengambilan keputusan
khusus menyajikan biaya masa yang akan datang (future cost). Untuk
memenuhi kebutuhan manajemen dalam pengambilan keputusan, akuntansi biaya mengembangkan
konsep informasi biaya untuk pengambilan keputusan seperti: biaya kesempatan (oportunity
cost), biaya hipotesis (hypothetical cost), biaya tambahan (incremental
cost), biaya terhindarkan (avoidable cost), dan pendapatan yang
hilang (forgone revenue).
Sedangkan
menurut Suwardjono (2003) mendefinisikan akuntansi biaya yaitu bagian dari
akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi keuangan memfokuskan pada
kegiatan mengakumulasikan informasi keuangan historis sebagai dasar membuat
laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan pihak eksternal maupun internal
(Vanderbeck, 2005). Akuntansi manajemen memfokuskan baik data keuangan maupun
non keuangan, historis maupun estimasi yang dibutuhkan manajemen untuk
menjalankan operasional perusahaan dan melakukan perencanaan jangka panjang
(Suwardjono, 2003). Tujuan klasifikasi biaya tersebut adalah sebagai berikut
ini:
1. Perencanaan
laba melalui penganggaran.
2. Pengawasan biaya melalui akuntansi
pertanggungjawaban.
3. Membantu
dalam menetapkan harga jual dan kebijakan harga.
4. Penilaian laba tahunan atau berkala termasuk
penilaian persediaan.
Beberapa
prosedur biaya yang harus dirancang untuk menentukan harga pokok per unit dan
juga total produk. Ada beberapa keputusan penting dalam pemasaran yang dapat
dipengaruhi oleh informasi biaya per unit. Adapun keputusan-keputusan penting
tersebut adalah sebagai berikut ini (Van Derbeck, 2005: 4):
1. Penentuan
harga jual produk
Penghitungan biaya produksi pabrik per
unit membantu dalam menetapkan harga jual. Hal ini harusnya lebih tinggi untuk
menutupi biaya produksi barang, pembayaran biaya pemasaran dan administrasi,
dan dalam pemberian laba.
2. Mengatasi
persaingan
Jika suatu produk dijual dengan harga
yang lebih rendah oleh pesaing maka rincian informasi biaya per unit dapat
digunakan secara efektif untuk menentukan masalah yang dapat diatasi dengan
penurunan harga jual atau eliminasi barang.
3. Penawaran
Dalam hal ini penting untuk penetapan
harga dengan cara kontrak atau tender. Suatu analisis biaya produksi per unit
yang berhubungan dengan proses produksi satu produk tertentu penting dalam
menentukan harga penawaran.
4. Penganalisaan keuntungan
Manajemen dapat menentukan jumlah laba
dari masing-masing produk dan kemungkinan untuk mengeliminasi produk yang
kurang menguntungkan dengan informasi biaya per unit.
Menurut
Mulyadi (2000: 14) dalam akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai
cara. Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak
dicapai dengan penggolongan tersebut, karena dalam akuntansi biaya dikenal
konsep: ” different cost for different purposes”. Biaya dapat
digolongkan menurut:
1. Obyek
pengeluaran
Dengan cara penggolongan ini, nama obyek
pengeluaran biaya merupakan dasar penggolongan biaya.
2. Fungsi
pokok perusahaan
Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga
fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran dan fungsi administrasi
dan umum. Oleh karena itu dalam perusahaan manufaktur mengelompokkan biaya
menjadi dua yaitu:
a. Biaya
produksi, dibagi menjadi tiga kategori yaitu biaya bahan baku langsung, tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
b. Biaya non produksi, yaitu:
1) Biaya
penjualan dan marketing, termasuk semua biaya yang diperlukan untuk menangani
pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada
konsumen. Biaya marketing meliputi pengiklanan, pengiriman, perjalanan dalam rangka
penjualan, komisi penjualan, gaji untuk bagian penjualan, biaya gudang produk
jadi.
2) Biaya
administrasi meliputi biaya eksekutif, organisasional, dan klerikal yang
berkaitan dengan manajemen umum organisasi. Contohnya adalah kompensasi
eksekutif, akuntansi umum, sekretariat, public relation, dan biaya sejenis yang
terkait dengan administrasi umum organisasi secara keseluruhan.
3. Hubungan
biaya dengan sesuatu yang dibiayai
Sesuatu yang dibiayai dapat berupa
produk atau departemen. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya
dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Biaya
langsung adalah biaya yang dapat dengan mudah ditelusuri ke objek biaya yang
bersangkutan. Biaya langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya dapat
diidentifikasikan kepada obyek atau pusat biaya tertentu. Contohnya adalah
biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung.
b. Biaya
tidak langsung adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri dengan mudah ke objek
biaya yang bersangkutan. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya atau
manfaatnya tidak dapat diidentifikasikan pada obyek atau pusat biaya tertentu,
atau biaya yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa obyek atau pusat biaya.
Contohnya adalah biaya overhead pabrik, gaji manajer.
4. Perilaku
biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan
Perilaku biaya dalam hubungannya dengan
perubahan volume kegiatan. Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan,
biaya dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
a. Biaya
variable
Biaya variabel adalah biaya yang
jumlahnya berubah secara proporsional terhadap perubahan tingkat aktivitas.
Aktivitas tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai bentuk seperti unit yang diproduksi,
unit yang dijual, kilometer, jumlah bed yang digunakan, jam kerja, dan
sebagainya. Contohnya adalah biaya bahan langsung, biaya listrik, telepon dan
air, biaya bahan bakar. Biaya variable memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Biaya
yang jumlah totalnya akan berubah secara sebanding (proporsional) dengan
perubahan volume kegiatan, semakin besar volume kegiatan semakin tinggi jumlah
total biaya variabel, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah jumlah
total biaya variabel.
2) Pada
biaya variabel, biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan,
jadi biaya satuan konstan.
b. Biaya
tetap
Biaya tetap adalah biaya yang selalu
tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas. Tidak
seperti biaya variabel, biaya tetap tidak dipengaruhi oleh perubahan aktivitas.
Sebagai konsekuensinya, pada saat level aktivitas naik atau turun, total biaya tetap
konstan kecuali jika dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar seperti
perubahan harga. Contohnya adalah biaya tenaga kerja, biaya penyusutan mesin.
Biaya tetap memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Biaya
yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume
kegiatan atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu.
2) Pada
biaya tetap, biaya satuan (unit cost) akan berubah berbanding terbalik dengan
perubahan volume kegiatan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya
satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.
c. Biaya
semivariabel (mixed cost)
Biaya semivariabel adalah biaya yang
terdiri dari elemen biaya variabel maupun biaya tetap. Contohnya adalah biaya
pengadaan jasa X-ray untuk pasien. Biaya semivariabel memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Biaya
yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan
tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan
semakin besar jumlah biaya total, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah
biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding.
2) Pada
biaya semivariabel, biaya satuan akan berubah terbalik dihubungkan dengan
perubahan volume kegiatan tetapi sifatnya tidak sebanding sampai dengan
tingkatan kegiatan tertentu. Semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah
biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.
5. Jangka
waktu manfaatnya
Atas dasar jangka waktu manfaatnya,
biaya dapat dibagi menjadi dua: pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.
a. Pengeluaran
modal (capital expenditures) adalah pengeluaran yang akan dapat
memberikan manfaat (benefit) pada beberapa periode akuntansi atau
pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat pada periode akuntansi yang akan
datang. Pengeluaran modal adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu
periode akuntansi (biasanya satu tahun). Pengeluaran modal ini pada saat
terjadinya dibebankan sebagai harga pokok aktiva, dan dibebankan dalam tahun-tahun
yang menikmati manfaatnya dengan cara didepresiasi, diamortisasi atau dideplesi
(Mulyadi, 2000: 14).
b. Pengeluaran
penghasilan (revenue expenditures) adalah pengeluaran yang akan
memberikan manfaat hanya pada periode akuntansi dimana pengeluaran terjadi.
Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode
akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pada saat terjadinya, pengeluaran
pendapatan ini dibebankan sebagai biaya dan dipertemukan dengan pendapatan yang
diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut (Mulyadi, 2000: 14).
B. Pengertian Harga Pokok Produksi
Harga pokok
produksi (cost of good manufactured) adalah semua biaya yang untuk
membuat satu unit barang jadi yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, biaya overhead pabrik (Hanggana, 2008). Manfaat
mengetahui harga pokok produksi adalah:
1. Untuk
menghitung nilai persediaan barang jadi.
2. Untuk
menghitung harga pokok penjualan.
3. Untuk
dasar menentukan harga jual.
4. Untuk
menentukan penawaran harga jual suatu kontrak penjualan.
5. Untuk
memenangkan persaingan di pasar.
Menurut Mulyadi
(2000: 10) harga pokok merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh
aktiva, selain itu harga pokok juga digunakan untuk menunjukkan pengorbanan
sumber ekonomi dalam pengolahan bahan baku menjadi produk. Namun karena
pembuatan produk tersebut bertujuan mengubah aktiva (berupa persediaan bahan
baku) menjadi aktiva lain (persediaan produk jadi), maka pengorbanan bahan baku
tersebut, yang berupa biaya bahan baku, akan membentuk harga pokok produksi.
Setiap
perusahaan yang dilakukan penghitungan harga pokok produk mempunyai tujuan yang
ingin dicapainya. Adapun tujuan dari penghitungan harga pokok produk adalah:
1. Untuk
memberikan bantuan guna mendekati harga yang dapat dicapai.
2. Untuk
menilai harga-harga yang dapat dicapai atau ditawarkan dari pendirian ekonomi
perusahaan itu sendiri.
3. Untuk
menilai penghematan dari proses produksi.
4. Untuk
menilai barang yang masih dikerjakan.
5. Untuk
penetapan yang terus-menerus dan anlisis dari hasil perusahaan.
C. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi
1.
Metode harga
pokok pesanan (job order costing)
a. Pengertian
Sistem job order costing digunakan
untuk perusahaan yang memproduksi bermacam produk selama periode tertentu.
Sebagai contoh, perusahaan pakaian levi strauss membuat pakaian jin untuk pria
dan wanita. Dalam sistem job order costing, biaya ditelusuri dan dialokasikan
ke pekerjaan dan biaya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dibagi dengan
jumlah unit yang dihasilkan untuk menghasilkan harga rata-rata per unit.
b. Karakteristik
job order costing menurut Mulyadi (2000) adalah:
1) Digunakan
jika perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi
pemesan dan setiap jenis produk perlu dihitung harga pokoknya secara
individual.
2) Biaya
produksi harus dipisahkan menjadi dua golongan pokok: biaya produksi langsung
dan biaya produksi tak langsung.
3) Biaya
produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung, sedangkan biaya produksi tak langsung disebut dengan istilah biaya overhead
pabrik.
4) Biaya
produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok pesanan tertentu
berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya overhead pabrik
diperhitungkan ke dalam harga pokok pesanan berdasarkan tarif yang ditentukan
di muka.
5) Harga
pokok per unit produk dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan cara
membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan
jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.
2.
Metode harga
pokok proses (process costing)
a. Pengertian
Sistem process costing digunakan
dalam perusahaan yang memproduksi satu jenis produk dalam jumlah besar dalam
jangka panjang. Contohnya adalah produksi kertas. Prinsip dasar dari process
costing adalah mengakumulasikan biaya dari operasi atau departemen tertentu
selama satu periode penuh (bulanan, kuartalan, dan tahunan) dan kemudian
membaginya dengan jumlah unit yang diproduksi selama periode tersebut.
b. Karakteristik
process costing menurut Subiyanto (1998) adalah:
1) Produk
diolah secara massal dalam jumlah yang cukup besar dan sesuai dengan kapasitas
produksi mesin-mesin yang ada.
2) Sifat
produk yang diolah menunjukkan keseragaman antara produk yang satu dengan yang
lainnya. Tingkat kesamaannya membutuhkan presisi yang tinggi sehingga sulit
dibedakan antara produk yang satu dengan lainnya.
3) Produk
diolah secara terus-menerus (continuous), sehingga antara periode yang
satu dengan periode yang lain tidak dibatasi oleh jarak waktu tertentu (time
lag). Tiadanya jarak waktu tersebut disebabkan penghentian suatu proses
produksi yang ditujukan hanya untuk menghitung harga pokok produk menjadi tidak
ekonomis, justru menimbulkan kerugian yang cukup berarti bagi perusahaan.
4) Laporan
harga pokok produksi disusun atau dihitung secara periodik. Antara periode yang
satu dengan yang lainnya harus ditetapkan batasan waktu tertentu (cut off).
5) Tujuan
produksi tidak dimaksudkan untuk memenuhi permintaan khusus dari pelanggan
tertentu. Produksinya dilaksanakan untuk mengisi gudang dengan mengingat permintaan
pasar yang sudah diperkirakan terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu. Mengingat
proses produksi tidak boleh dihentikan pada setiap saat(setup costnya
sangat mahal) maka manajemen harus menganggarkan jumlah yang harus diproduksi
dalam jumlah waktu tertentu.
D.
Perbandingan
Job Order Costing dan Process Costing
- Persamaan job order costing dan process costing
Persamaan
antara job order costing dan process costing adalah tujuan utama
dari kedua sistem tersebut adalah pembebanan biaya bahan baku, tenaga
kerja dan overhead pabrik ke produk dan memberikan mekanisme penghitungan
biaya per unit. Kedua sistem menggunakan rekening yang sama termasuk overhead
pabrik, bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi (Garisson,
2000: 161).
- Perbedaan job order costing dan process costing
a.
Pengumpulan
biaya
Metode
harga pokok pesanan mengumpulkan biaya produksi menurut pesanan,
sedangkan metode harga pokok proses mengumpulkan biaya produksi per
departemen produksi per periode akuntansi (biasanya akhir bulan).
b.
Perhitungan
harga pokok produk per satuan
Metode
harga pokok pesanan menghitung harga pokok per satuan produksi yang
dihasilkan dengan cara membagi total biaya yang dikeluarkan untuk
pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam
pesanan yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan pada saat pesanan
telah selesai diproduksi. Metode harga pokok proses menghitung harga
pokok per satuan dengan cara membagi total biaya produksi yang
dikeluarkan selama periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang
dihasilkan selama periode bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan setiap
akhir periode akuntansi (biasanya akhir bulan).
c.
Klasifikasi
biaya produksi
Dalam
metode harga pokok pesanan, biaya produksi harus dipisahkan menjadi biaya
produksi langsung dan biaya produksi tak langsung. Biaya produksi langsung
dibebankan kepada produk berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan
biaya produksi tak langsung dibebankan kepada produk berdasarkan tarif yang
ditentukan di muka. Di dalam metode harga pokok proses, pembebanan biaya
produksi langsung dan biaya produksi tak langsung sering tidak diperlukan, terutama
jika perusahaan hanya menghasilkan satu macam produk. Karena harga pokok per
satuan produk dihitung setiap akhir bulan, maka umumnya biaya overhead pabrik
dibebankan kepada produk atas dasar biaya yang sesungguhnya terjadi.
d.
Elemen yang
digolongkan dalam biaya overhead pabrik
Di
dalam metode harga pokok pesanan, biaya overhead pabrik terdiri dari
biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya produksi lain
selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Dalam metode ini biaya
overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang
ditentukan di muka. Di dalam metode harga pokok proses, biaya overhead pabrik
terdiri dari biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya bahan penolong
serta biaya-biaya tenaga kerja (baik yang langsung maupun tidak langsung).
Dalam metode ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk sebesar
biaya yang sesungguhnya terjadi selama periode akuntansi tertentu. Perbedaan job
order costing dan process costing menurut Garrison (2000: 161)
adalah sebagai berikut:
Job Order Costing
|
Process
Costing
|
1.
Beberapa
pekerjan yang berbeda dikerjakan dalam satu periode. Masing-masing pekerjaan
memiliki spesifikasi masing-masing
2.
Biaya
dikumpulkan untuk setiap pekerjaan.
3.
Kartu biaya
adalah dokumen sumber yang digunakan untuk mengendalikan pengumpulan biaya
suatu pekerjaan.
4.
Biaya per unit
dihitung untuk setiap pekerjaan berdasarkan kartu biaya.
|
1.
Hanya ada satu
jenis produk yang diproduksi secara kontinyu dan dalam jangka panjang.
Seluruh unit bersifat identik.
2.
Biaya
diakumulasikan per departemen.
3.
Laporan
produksi departemen menjadi dokumen sumber yang menunjukkan pengumpulan dan
disposisi biaya per departemen.
4.
Biaya per unit
dihitung per departemen berdasarkan laporan produksi per departemen
|
E. Unsur-Unsur Biaya Produksi
Biaya produksi yaitu semua biaya yang
berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi
produk selesai. Biaya produksi dapat dikelompokkan menjadi tiga unsur yaitu:
biaya bahan baku (direct material), biaya tenaga kerja langsung (direct
labor) dan biaya overhead pabrik (factory overhead).
1. Biaya
bahan baku
Bahan mentah menurut Hanggana (2008: 47)
adalah sesuatu benda berwujud yang memiliki nilai yang digunakan untuk membuat
barang jadi. Sedangkan menurut Garrison (2000: 47) mendefinisikan bahan
langsung adalah bahan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi dan dapat
ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut. Bahan baku merupakan
bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi (Mulyadi, 2005).
2. Biaya
tenaga kerja langsung
Biaya tenaga kerja langsung menurut
Vanderbeck (2005) adalah upah yang dibayarkan kepada pekerja yang secara
langsung dapat diidentifikasikan ke suatu job / barang jadi. Tenaga kerja
langsung adalah tenaga kerja yang dikerahkan untuk mengubah bahan langsung
menjadi barang jadi, biaya ini meliputi gaji para karyawan yang dapat
dibebankan kepada produk tertentu. Dalam metode harga pokok proses umumnya tidak
dipisahkan atau dibedakan antara tenaga kerja langsung dengan tenaga kerja
tidak langsung. Apabila produk diolah menjadi satu tahapan pengolahan maka
semua biaya tenaga kerja pabrik digolongkan sebagai biaya tenaga kerja. Apabila
produk diolah melalui beberapa tahapan atau departemen, semua biaya tenaga
kerja pada departemen produksi digolongkan sebagai biaya tenaga kerja,
sedangkan tenaga kerja departemen pembantu dimasukkan sebagai biaya overhead
pabrik.
3. Biaya
overhead pabrik
Biaya overhead pabrik adalah
biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, yang
elemennya dapat digolongkan ke dalam:
a. Biaya
bahan penolong, biaya bahan penolong adalah biaya yang tidak menjadi bagian
produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya
relatif kecil bila dibandingkan harga pokok produk tersebut.
b. Biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya
tenaga kerja tidak langsung terdiri atas upah, tunjangan dan biaya
kesejahteraan yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tidak langsung.
c. Reparasi dan pemeliharaan, berupa biaya suku
cadang, biaya bahan habis pakai, dan harga perolehan jasa dari pihak luar
perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan bangunan pabrik,
mesin-mesin, equipment, dan aktiva tetap lainnya yang digunakan untuk keperluan
pabrik.
d. Biaya
yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap. Biaya ini terdiri
dari biaya-biaya depresiasi emplasement pabrik, bangunan pabrik, mesin,
equipment, alat kerja, dan aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik.
e. Biaya
yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu, antara lain biaya asuransi gedung
dan emplasement, asuransi mesin, equipment, asuransi kendaraan, asuransi
kecelakaan karyawan, dan amortisasi kerugian trial-run.
f. Biaya
overhead lain-lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang
tunai, antara lain adalah biaya listrik dan air, biaya telepon dan sebagainya.
Apabila perusahaan memiliki departemen
pembantu di dalam pabrik semua biaya departemen pembantu merupakan elemen biaya
overhead pabrik. Biaya overhead pabrik merupakan biaya yang
paling komplek dan tidak dapat diidentifikasi pada produk jadi, maka
pengumpulan biaya overhead pabrik baru dapat dilaksanakan pada akhir
periode. Penentuan tarif biaya overhead pabrik dilaksanakan melalui tiga
tahap:
a. Menyusun
anggaran biaya overhead pabrik
Dalam menyusun anggaran biaya overhead
pabrik harus memperhatikan tingkat kegiatan (kapasitas) yang akan dipakai
sebagai dasar penaksiran biaya overhead pabrik. Ada tiga macam kapasitas
yang dapat dipakai sebagai dasar pembuatan anggaran biaya overhead
pabrik:
1) Kapasitas
teoritis adalah kapasitas pabrik atau suatu departemen untuk menghasilkan
produk pada kecepatan penuh hanya berhenti selama jangka waktu tertentu.
Kapasitas praktis adalah kapasitas teoritis dikurangi kerugian-kerugian waktu
yang tidak dapat dihindari karena hambatan-hambatan intern perusahaan.
2) Kapasitas normal adalah kemampuan perusahaan
untuk memproduksi dan menjual produknya dalam jangka panjang.
3) Kapasitas sesungguhnya yang diharapkan adalah
kapasitas sesungguhnya yang diperkirakan akan dapat dicapai dalam tahun yang
akan datang.
b. Memilih
dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk.
Setelah menyusun anggaran biaya overhead
pabrik, langkah selanjutnya adalah memilih dasar untuk membebankan biaya overhead
pabrik kepada produk. Ada berbagai macam dasar yang dapat dipakai untuk
pengumpulan biaya overhead pabrik kepada produk (Mulyadi, 2000: 17),
antara lain:
1) Satuan
produk
Metode ini adalah metode yang paling
sederhana dan langsung membebankan biaya overhead pabrik kepada produk.
2) Biaya
bahan baku
Jika biaya overhead pabrik yang
dominan bervariasi dengan nilai bahan baku, maka dasar yang dipakai untuk
membebankan biaya overhead pabrik kepada produk adalah biaya bahan baku
yang dipakai.
3) Biaya
tenaga kerja langsung
Jika sebagian besar elemen biaya overhead
pabrik mempunyai hubungan yang erat dengan jumlah upah tenaga kerja
langsung, maka dasar yang dipakai untuk membebankan biaya overhead pabrik
adalah biaya tenaga kerja langsung.
4) Jam
tenaga kerja langsung
Biaya overhead pabrik bervariasi
dengan waktu untuk membuat produk, maka dasar yang digunakan untuk membebankan
adalah jam tenaga kerja langsung.
5) Jam
mesin
Apabila biaya overhead pabrik
bervariasi dengan waktu penggunaan mesin, maka dasar yang dipakai untuk
membebankannya adalah jam mesin.
c. Menghitung
tarif biaya overhead pabrik setelah tingkat kapasitas yang akan dicapai
dalam periode anggaran ditentukan, dan anggaran biaya overhead pabrik
telah disusun, serta dasar pembebanannya telah dipilih dan diperkirakan, maka
langkah terakhir adalah menghitung tarif biaya overhead pabrik dengan
rumus sebagai berikut:
tarif
BOP = BOP yang dianggarkan x
100%
taksiran dasar pembebanan
Dalam
pemilihan dan penentuan dasar pembebanan biaya overhead pabrik harus
dilakukan dengan tepat. Karena ketepatan penentuan dasar tarif biaya overhead
pabrik menentukan ketepatan harga pokok produksi. Dalam memilih dasar
pembebanan yang akan dipakai, tujuan utamanya adalah untuk membebankan biaya overhead
pabrik dengan dalil dan teliti, untuk itu harus diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut:
1)
Penyebab
fluktuasi pembebanan biaya overhead pabrik
Apabila
perubahan biaya overhead pabrik misalnya banyak dipengaruhi jam mesin
dapat digunakan dasar jam mesin, tetapi bila perubahan banyak dipengaruhi bahan
baku dapat digunakan dasar biaya bahan baku.
2)
Kebebasan dari
dasar yang dipakai
Apabila
digunakan dasar pembebanan atas dasar persentase tertentu dari biaya, atau
nilai jual, kenaikan harga biaya atau harga jual yang dipakai dasar berakibat
biaya overhead pabrik yang dibebankan menjadi bertambah, meskipun harga
biaya overhead pabrik yang dibebankan tidak bertambah, hal ini
menunjukkan kebebasan dasar yang dipakai terhadap harga yang tidak berhubungan.
3)
Memadai untuk
mengendalikan
Dasar
yang dipakai hendaknya memadai untuk dipakai sebagai dasar pengendalian biaya overhead
pabrik, oleh karena itu dasar yang dipakai harus menggambarkan tingkat variabilitas.
4)
Mudah dan
praktis untuk dipakai
Apabila
terhadap dua atau lebih dasar pembebanan yang memenuhi faktor-faktor tersebut
diatas, dasar yang dipilih adalah yang mudah dan praktis dipakai.
F. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Ada dua pendekatan yang
digunakan untuk menentukan harga pokok produksi dengan tujuan untuk melakukan
penilaian persediaan dan penentuan harga pokok penjualan. Dua pendekatan itu
yaitu absorption costing atau disebut juga full costing dan variable
costing atau juga sering disebut direct costing atau marginal
costing (Garrison, 2000: 302). Dua pendekatan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Absorption Costing (Full
Costing)
Absorption costing memperlakukan
semua biaya produksi sebagai harga pokok (product cost) tanpa
memperhatikan apakah biaya tersebut variable atau tetap. Harga pokok produksi
dengan metode absorption costing terdiri dari bahan langsung, tenaga
kerja langsung, dan overhead pabrik tetap dan variabel. Karena absorption
costing meliputi seluruh biaya produksi sebagai harga pokok, metode ini
juga disebut metode full costing.
2. Variable Costing
Dengan menggunakan variable costing,
hanya biaya produksi yang berubah-ubah sesuai dengan output yang diperlakukan
sebagai harga pokok. Pada umumnya terdiri dari bahan langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead pabrik variabel. Variable costing juga
sering disebut direct costing atau marginal costing.
G. Perbedaan Metode Full Costing dan Variable
Costing
1. Ditinjau
dari Sudut Penentuan Harga Pokok Produk
a. Metode
Full Costing
Dalam metode full costing, biaya overhead
pabrik, baik yang berperilaku tetap maupun variabel, dibebankan kepada
produk yang diproduksi atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal
atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya. Metode ini menunda
pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya sampai saat produk
yang bersangkutan dijual. Jadi biaya overhead pabrik yang terjadi, baik
yang berperilaku tetap maupun yang variabel, masih dianggap sebagai aktiva
(karena melekat pada persedian) sebelum persediaan tersebut dijual. Absorption
costing (full costing)
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx
Biaya overhead pabrik variable xxx +
Total biaya produksi variabel xxx
Biaya overhead tetap xxx +
Harga produk per unit xxx
b. Metode
Variable Costing
Dalam metode variable costing,
biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan
bukan sebagai elemen harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik
tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan demikian biaya overhead
pabrik tetap di dalam metode variable costing tidak melekat pada
persediaan produk yang belum laku dijual, tetapi langsung dianggap sebagai
biaya dalam periode terjadinya.
Variable costing
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx
Biaya overhead pabrik variabel xxx +
Harga produk per unit xxx
2. Ditinjau
dari Sudut Penyajian Laporan Laba Rugi
Perbedaan pokok antara metode full
costing dengan variable costing adalah terletak pada klasifikasi
pos-pos yang disajikan dalam laporan laba rugi tersebut. Laporan laba rugi yang
disusun dengan metode full costing menitikberatkan pada penyajian
elemen-elemen biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi-fungsi pokok yang ada
dalam perusahaan. Sedangkan metode variable costing lebih
menitikberatkan pada penyajian biaya sesuai dengan perilakunya dalam
hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.
3. Perbandingan
dampak metode absorption costing (full costing) dan variable
costing terhadap laba ( Hansen, 2000: 164 )
Hubungan
antara produksi dan penjualan
|
Dampak
terhadap persediaan
|
Hubungan
antara laba dengan metode full costing dan variable costing
|
Produksi = penjualan
|
Tidak ada
perubahan persediaan
|
Laba bersih full
costing = laba bersih variable costing
|
Produksi >
penjualan
|
Persediaan
meningkat
|
Laba bersih full costing > laba bersih variable
costing
|
Produksi
< penjualan
|
Persediaan
menurun
|
Laba bersih full
costing
< laba
bersih variable
costing
|
a.
Pada saat
produksi dan penjualan sama, laba bersih yang dihasilkan sama tanpa dipengaruhi
oleh metode yang digunakan. Dengan menggunakan full costing, seluruh
biaya overhead pabrik tetap dibebankan ke unit produk sebagai bagian
dari harga pokok penjualan. Oleh karenanya dengan metode manapun, jika produksi
sama dengan penjualan (tidak ada perubahan dalam persediaan), seluruh biaya overhead
pabrik tetap yang terjadi pada tahun tersebut akan dimasukkan dalam laporan
laba rugi sebagai beban, sehingga laba bersih dengan kedua metode tersebut
hasilnya sama.
b.
Pada saat
produksi melebihi penjualan, laba bersih yang dilaporkan dengan menggunakan full
costing biasanya lebih tinggi daripada laba bersih yang dilaporkan dengan
menggunakan variable costing. Hal ini terjadi karena dengan menggunakan full
costing, sebagian biaya overhead pabrik tetap pada periode tersebut
ditangguhkan dalam persediaan. Dengan menggunakan variable costing,
seluruh biaya overhead pabrik tetap akan dibebankan langsung sebagai
pengurang pendapatan pada periode tersebut.
c.
Pada saat
produksi lebih rendah daripada penjualan, laba bersih yang dilaporkan dengan
metode full costing lebih rendah daripada laba bersih yang dilaporkan
dengan menggunakan metode variable costing. Hal ini terjadi karena ada
persediaan yang diterima dari tahun sebelumnya dan biaya overhead pabrik
tetap yang sebelumnya ditangguhkan dalam persediaan berdasarkan metode full
costing dikeluarkan dan ditandingkan dengan pendapatan.
d.
Setelah beberapa
periode, laba bersih yang dilaporkan dengan menggunakan metode full costing dan
variable costing akan cenderung sama. Alasannya adalah bahwa dalam
jangka panjang, penjualan tidak mungkin melebihi produksi ataupun produksi
melebihi penjualan. Dalam jangka pendek, laba rugi akan cenderung berbeda.
H. Manfaat Informasi yang Dihasilkan oleh Metode Full
Costing dan Variable Costing
1. Dalam
perencanaan laba jangka pendek
Untuk kepentingan perencanaan laba
jangka pendek, manajemen memerlukan informasi biaya yang dipisahkan menurut
perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Dalam jangka
pendek, biaya tetap tidak berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan,
sehingga hanya biaya variabel yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen dalam
pengambilan keputusannya. Oleh karena itu, metode variable costing yang
menghasilkan laporan rugi-laba yang menyajikan informasi biaya variabel yang
terpisah dari informasi biaya tetap dapat memenuhi kebutuhan manajemen untuk
perencanaan laba jangka pendek.
2. Dalam
pengendalian biaya
Variable costing menyediakan
informasi yang lebih baik untuk mengendalikan period costs dibandingkan
informasi yang dihasilkan oleh full costing. Dalam full costing biaya
overhead pabrik tetap diperhitungkan dalam tarif biaya overhead pabrik
dan dibebankan sebagai unsur biaya produksi sehingga manajemen kehilangan
perhatian terhadap period costs (biaya overhead pabrik tetap)
tertentu yang dapat dikendalikan. Di dalam variable costing, period
costs yang terdiri biaya yang berperilaku tetap dikumpulkan dan disajikan
secara terpisah dalam laporan rugi-laba sebagai pengurang terhadap laba
kontribusi. Biaya tetap ini dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan: discretionary
fixed costs dan committed fixed costs. Discretionary fixed costs merupakan
biaya yang berperilaku tetap karena kebijakan manajemen sehingga dapat
dikendalikan oleh manajemen. Contohnya biaya iklan. Committed fixed costs merupakan
biaya yang timbul dari pemilikan pabrik, equipment dan organisasi pokok. Biaya
ini merupakan semua biaya yang tetap dikeluarkan, yang tidak dapat dikurangi
guna mempertahankan kemampuan perusahaan dalam memenuhi tujuan jangka panjang
perusahaan. Dalam jangka pendek committed fixed costs tidak dapat
dikendalikan oleh manajemen. Contohnya biaya depresiasi, sewa, asuransi, dan
gaji karyawan inti. Dengan dipisahkannya biaya tetap dalam kelompok tersendiri
dalam laporan rugi-laba variable costing, manajemen dapat memperoleh informasi
discretionary fixed costs terpisah dari committed fixed costs, sehingga
pengendalian biaya tetap dalam jangka pendek dapat dilakukan oleh manajemen.
3. Dalam
pengambilan keputusan
Variable costing menyajikan
data yang bermanfaat untuk pembuatan keputusan jangka pendek. Dalam pembuatan
keputusan jangka pendek yang menyangkut mengenai perubahan volume kegiatan,
period costs tidak relevan karena tidak berubah dengan adanya perubahan volume
kegiatan. Variable costing khususnya bermanfaat untuk penentuan harga
jual jangka pendek. Ditinjau dari sudut penentuan harga, perbedaan pokok antara
full costing dan variable costing adalah terletak pada konsep
penutupan biaya (concept of cost recovery). Menurut metode full
costing, harga jual harus dapat menutup total biaya, termasuk biaya tetap
didalamnya. Di dalam metode variable costing, apabila harga jual
tersebut telah menghasilkan laba kontribusi guna menutup biaya tetap adalah
lebih baik daripada harga jual yang tidak menghasilkan laba kontribusi sama sekali.
Kelemahan-kelemahan
metode variable costing adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2000: 407):
1.
Pemisahan
biaya-biaya ke dalam biaya variabel dan tetap sebenarnya sulit dilaksanakan,
karena jarang sekali suatu biaya benar-benar variabel atau benar-benar tetap.
Suatu biaya digolongkan sebagai suatu biaya variable jika asumsi berikut ini
dipenuhi:
a.
Bahwa harga
barang atau jasa tidak berubah. Misalkan konsumsi solar untuk diesel listrik
tergantung pada kegiatan pabrik, maka biaya solar adalah biaya variabel dengan
asumsi harga belinya tidak berubah, karena apabila berubah harganya, maka biaya
bahan bakar tersebut tidak lagi berubah sebanding dengan perubahan kegiatan
produksi.
b.
Bahwa metode dan
prosedur produksi tidak berubah-ubah.
c.
Bahwa tingkat
efisiensi tidak berfluktuasi.
Sedangkan
biaya tetap dapat dibagi menjadi dua kelompok:
a.
Biaya tetap yang
dalam jangka pendek dapat berubah, misalnya gaji manajer produksi, pemasaran,
keuangan, serta gaji manajer akuntansi.
b.
Biaya tetap yang
dalam jangka panjang konstan, misalnya biaya depresiasi dan sewa kantor yang
dikontrakkan untuk jangka panjang.
2.
Metode variable
costing dianggap tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim, sehingga
laporan keuangan untuk kepentingan pajak dan masyarakat umum harus dibuat atas
dasar metode full costing.
3.
Dalam metode variable
costing, naik turunnya laba dihubungkan dengan perubahan-perubahan dalam
penjualan. Untuk perusahaan yang kegiatan usahanya bersifat musiman, variable
costing akan menyajikan kerugian yang berlebih-lebihan dalam periode-periode
tertentu, sedangkan dalam periode lainnya akan menyajikan laba yang tidak
normal.
4.
Tidak
diperhitungkannya biaya overhead pabrik tetap dalam persediaan dan harga
pokok persediaan akan mengakibatkan nilai persediaan lebih rendah, sehingga
akan mengurangi modal kerja yang dilaporkan untuk tujuan-tujuan analisis
keuangan.
I. SIMULASI APLIKASI PERHITUNGAN HARGA JUAL PRODUK
Untuk
memberikan gambaranyang lebih jelas, berikut ini diberikan contoh penentuan
harga jual berdasarkan konsep biaya total seperti telah diuraikan di atas.
Jumlah X yang diproduksi atau dijual 10.000 unit Biaya variabel per unit: -
Biaya bahan baku Rp 120,00 - Biaya tenaga kerja 400,00 - Biaya overhead pabrik
60,00 - Biaya pemasaran 40,00 - Biaya administrasi dan umum 20,00 Biaya tetap:
- Biaya overhead pabrik Rp 2.000.000,00 - Biaya pemasaran 600.000,00 - Biaya
administrasi dan umum 200.000,00 Laba yang dikehendaki (return) sebesar 20%
dari jumlah aktiva yang digunakan sebesar Rp 20.700.000.000,00. Tampilan Input
data diatas ke Sistem (Setelah semua data ter-input, maka klik button ”Proses
Analisa”)
1.
Berdasarkan
data tersebut diatas, penentuan harga jual produk X dengan menggunakan konsep
biaya total adalah sebagai berikut:
(a) Biaya Produksi: - Biaya bahan baku 10.000 x Rp 120,00 =
Rp 1.200.000,00 - Biaya tenaga kerja 10.000 x Rp 400,00 = 4.000.000,00 - Biaya
overhead pabrik (10.000 x Rp 60,00) + Rp 2.000.000,00 = 2.600.000,00. Jadi Biaya
produksi Rp 7.800.000,00
(b) Biaya total : - Biaya produksi Rp 7.800.000,00 - Biaya
pemasaran (10.000 x Rp 40,00) + Rp 600.000,00 = 1.000.000,00 - Biaya
administrasi & umum (10.000 x Rp 20,00) + Rp 200.000,00 = 400.000,00. Jadi,
Biaya total Rp 9.200.000,00
(c) Biaya per unit = Rp 9.200.000,00 / 10.000 = Rp 920,00
(d) Laba yang dikehendaki = 20% x Rp 20.700.000,00 = Rp
4.140.000.,00
(e) ‘Markup’ per unit
= 45% x Rp 920,00 = Rp 414,00
(f) Harga jual per unit = Rp 920,00 + Rp 414,00 = Rp 1.334,00
2.
Tampilan Hasil
Perhitungan Sistem Konsep Biaya Produk Persentase ' markup' = (Rp
4.140.000,00 + Rp 1.000.000,00 + Rp 400.000,00)
/ Rp 7.800.000,00 x 100 % = 71,03 %. Berikut ini adalah perhitungan harga jual
menurut konsep biaya variabel dengan menggunakan data dari contoh 6.1. - Biaya
bahan baku Rp 1.200.000,00 Biaya tenaga kerja 4.000.000,00 Biaya overhead
pabrik variabel 600.000,00 Biaya pemasaran variabel 400.000,00 Biaya
administrasi dan umum variabel 200.000,00 Total biaya variabel = Rp
6.400.000,00 - ‘Markup’ Laba yang dikehendaki Rp 4.140.000,00
3.
Biaya overhad
pabrik tetap 2.000.000,00 Biaya pemasaran tetap 600.000,00 Biaya administrasi
dan umum tetap 200.000,00 - Persentase ‘Markup’ = (Rp 6.940.000,00 / Rp
6.400.000,00) ´ 100% = 108,44% -
Biaya variabel per unit = Rp 6.400.000,00 / 10.000 = Rp 640,00 ‘Markup’ per
unit = 108,44% x Rp 640,00 = Rp 694,00 Tampilan Hasil perhitungan Sistem (
Khusus biaya produk >> input data Biaya produksi, Biaya Pemasaran dan
Biaya Adm dan Umum >> kemudian klik Button “Proc. Biaya produk”)
BAB
III
MEMECAHKAN
KASUS PEMASARAN
A.
MASALAH USAHA
1.
Kemampuan Pemecahan Masalah (Solusi) Usaha
Salah satu tanggungjawab terpenting
para wirausahawan adalah memecahkan masalah secara ilmiah dalam bisnis. Para
wirausahawan hendaknya dapat menganalisis dengan mengumpulkan data-data,
mengolahnya, menganalisis, menginterpretasi dan menarik kesimpulan dari
penganalisisan tersebut. Pemecahan masalah itu merupakan kegiatan yang amat
penting di dalam usaha atau bisnis.
Pemecahan
masalah dan cara penyelesaiannya dalam usaha atau bisnis, sebenarnya tidak
begitu sukar jika seorang wirausaha sudah memiliki banyak pengalaman di dalam
lingkungan usaha atau bisnisnya. Jika persoalan-persoalan sudah ditentukan dan
semua informasi serta data-data masalah sudah dikumpulkan, seorang wirausaha
harus mengidentifikasi semua cara pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan.
Seorang wirausaha harus memandang sebuah permasalahan dari berbagai sudut dan
mencari cara baru untuk memecahkan masalahnya. Jika kelompok karyawan
perusahaan mengurangi jumlah pilihan masalannya, di sini wirausaha harus
mempertimbangkan masalahnya, agar menjadi luas dan mendalam. Jika seorang
wirausaha di dalam usaha atau bisnisnya meninjau lagi semua pemecahan masalah
yang mungkin terdapat di dalam daftar, maka beberapa pemecahan itu dapat
digabungkan, sedangkan pemecahan masalah yang lainnya yang lainnya dapat
dikesampingkan. Di
bawah ini dikemukakan kriteria jika seorang wirausaha ingin mengevaluasi
pemecahan masalah yang diusulkannya.
a.
Apakah ada
masalah yang tidak dapat diselesaikan?
b.
Apakah pemecahan masalah itu dapat diterapkan
dengan baik?
c.
Apakah pemecahan
masalah dapat didasarkan teori, logika dan pengalaman?
d.
Apakah pemecahan masalah itu sudah logis?
e.
Apakah persoalan
tambahan yang timbul dari hasil pemecahan masalah dapat diselesaikan dengan
baik?
Adapun prosedur pemecahan masalah,
dengan langkah langkahnya dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah sebagai
berikut:
1)
Kenalilah
persoalannya secara umum;
2)
Rumuskan
persoalan dengan tepat dan benar;
3)
Identifikasikan persoalan utama yang ingin
dipecahkan secara terkait;
4)
Tentukan fakta-fakta dan data-data penting
yang berkaitan dengan masalah.
5)
Tentukan teori dan pendekatan pemecahan
masalahnya
6)
Pertimbangkanlah bagai kemungkinan jalan
keluar dari problem tersebut.
7)
Pilihlah jalan keluar yang dapat dilaksanakan
dengan baik.
8)
Periksalah,
apakah cara penyelesaian masalah tersebut sudah tepat.
Langkah berpikir secara ilmiah
dapat dilakukan dengan langkah-langkah yang sistematis, berorientasi pada
tujuan, serta menggunakan metode tertentu untuk memecahkan masalah. Pada garis
besarnya, pemikiran secara ilmiah dapat berlangsung di dalam memecahkan masalah
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Merumuskan
tujuan, keinginan, dan kebutuhan, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang
lain.
b.
Merumuskan
permasalahan yang berhubungan dengan usaha untuk mencapai tujuan.
c.
Menghimpun
informasi relevan yang berhubungan dengan masalah yang dipikirkan.
d.
Menghimpun
fakta-fakta obyektif yang berhubungan dengan masalah yang dipikirkan.
e.
Mengolah
fakta-fakta dengan pola berpikir tertentu, baik secara induktif maupun
deduktif.
f.
Memilih alternatif yang dirasa paling tepat.
g.
Menguji
alternatif itu dengan mempertimbangkan hukum sebab akibat.
h.
Menemukan dan
meyakini gagasan.
i.
Mencetuskan
gagasan itu, baik secara lisan maupun tulisan.
2.
Ciri-Ciri
Permasalahan Usaha
Seorang wirausaha harus kreatif
terutama dalam mengambil dan menetapkan permasalahan. Permasalahan yang
dihadapi oleh para wirausaha, hendaknya berupa masalah-masalah actual dan
menarik. Permasalahan hendaknya mengandung beberapa kemungkinan alternatif
tindakan di antara beberapa alternatif pilihan dalam pemecahan masalah.
Pemecahan seperti itu merupakan salah satu penerapan teori Dewey tentang
berpikir reflektif. Menurut Dewey, seorang wirausaha yang berpikir reflektif
itu hendaknya:
a.
Merasa bimbang,
bingung, dan kesulitan.
b.
Merumuskan
masalah yang ingin dipecahkan untuk mengatasi kebimbangan dan kebingungan
tersebut.
c.
Menguji
hipotesis dengan mengumpulkan data faktual sebagai usaha menemukan cara
pemecahan masalah, sehingga ketegangan atau kebimbangan dapat diatasi.
d.
Mengembangkan ide untuk memperoleh pemecahan
yang terbaik melalui penataran.
e.
Mengambil
kesimpulan yang didukung oleh fakta-fakta, atau bukti bukti eksperimental yang
valid dan menolak kesimpulan yang tidak didukung oleh data yang valid.
Kondisi yang lebih luas dari seorang
wirausaha diharuskan memperhatikan perkembangan otonomi daerah di mana berada,
sehingga jangkauan permasalahan lebih luas (aspek makro) yang mempengaruhi
penetapan masalah dan pemecahan masalah. Seperti adanya perubahan kebijakan
kebijakan Pemerintah, perubahan moneter dan perubahan hubungan antar negara
termasuk bencana-bencana alam yang mempengaruhi kegiatan pembangunan nasional.
3.
Langkah-Langkah
Pemecahan Masalah Usaha
Anda harus punya kepercayaan diri
yang teguh dan yakin bahwa telah menetapkan pemecahan-pemecahan yang tepat.
Pemecahan masalah tidak selamanya menempuh pola kerja pikir yang teratur dan
tetap. Pengalaman tiap-tiap wirausaha di dalam memecahkan masalah yang sama,
kadang-kadang berbeda-beda. Berikut ini dikemukakan langkah-langkah dalam pemecahan
masalah, yakni:
a.
Menyadari dan
memutuskan masalah.
b.
Mengkaji masalah
dan merumuskan masalah.
c.
Mengumpulkan
data-data.
d.
Analisis data
e.
Interpretasi dan
verifikasi data.
f.
Pengambilan
keputusan.
g.
Aplikasi
kesimpulan.
B.
SUMBER-SUMBER INFORMASI USAHA
1. Syarat
Sumber-Sumber Informasi
Untuk dapat mengambil keputusan
yang tepat, seorang wirausaha sangat membutuhkan sumber-sumber informasi bisnis
yang lengkap dan akurat. Di samping harus lengkap, sumber-sumber informasi itu
juga harus dapat dipercaya. Apabila sumber-sumber informasi itu datanya kurang
lengkap, maka di dalam pengambilan keputusan dan kesimpulan, serta saran-saran
yang akan dikemukakan kemungkinan kurang sempurna. Dalam dunia bisnis dan
teknologi, informasi-informasi merupakan landasan untuk mengamati bentuk dan
usaha atau bisnis pada masa mendatang. Dr. Alfred Osborne, Jr, Direktur Pusat
Studi Kewirausahaan, di Universitas California, menegaskan bahwa informasi dan
kebutuhan untuk menggunakan sumber-sumber informasi dapat
menciptakan peluang bisnis yang amat banyak.
Macam-macam informasi yang
diperlukan. Pada
era globalisasi, separuh dari pekerja-pekerja di bidang jasa, akan bergerak
dalam kegiatan mengumpulkan, menganalisis, menyimpan, dan menjual
informasi-informasi bisnis. Adapun macam informasi yang diperlukan di antaranya
sebagai berikut.
a.
Informasi
Kuantitatif
Informasi kuantitatif berisi
masukan nilai yang dapat dihitung, seperti masalah berat, jumlah, tekanan, dan
sebagainya.
b.
Informasi
kualitatif
Informasi kualitatif berisi masukan
nilai yang dapat dirasa, seperti perubahan produk, mutu produk, kecepatan, dan
sebagainya.
c.
Informasi control
Informasi kontrol, misalnya
pemberian petunjuk: apakah suatu perubahan variabel produk, model, atau desain,
dapat berjalan normal atau tidak.
d.
Informasi symbol
Informasi simbol, misalnya petunjuk
dalam rambu-rambu bisnis. Sumber-sumber informasi yang dapat dipercaya adalah
yang informasinya menyeluruh dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Sumber-sumber informasi itu
merupakan sumber yang dapat memberi keterangan jumlah data dan fakta yang
berhubungan dengan kebijakan produk dan pemasarannya. Kebutuhan terhadap
sumber-sumber informasi, sangat berkembang untuk menghasilkan banyak informasi
yang berhubungan dengan pemasaran produk. Kegiatan produk memerlukan informasi
tentang apa yang akan diproduksi, bagaimana sifat dan persyaratannya, bagaimana
mutunya, dan berapa jumlah produk yang harus diproduksi. Sistem pemasaran harus
dapat memberikan informasi serta menentukan bagaimana kecenderungan pasar dan
konsumen. Sebaliknya, sistem prosuksi akan memberikan informasi kepada bagian
pemasaran, tentang apa yang akan dilakukan untuk disampaikan ke pasaran.
Sumber-sumber informasi yang
dibutuhkan para wirausaha itu, harus lengkap, tepat dan dapat dipercaya
kebenarannya. Oleh karena itu, para wirausaha yang memanfaatkan informasi harus
dapat mengumpulkan, mengatur, mengolah, menyampaikan, dan menggunakan informasi
tersebut.
·
Permasalahan
hendaknya mengandung beberapa kemungkinan pemecahan, sehingga mengaktifkan
pikiran dan kemauan, serta pemilihan beberapa alternatif pemecahannya.
·
Tepat waktu,
tepat mutu, dan tepat janji merupakan unsur-unsur utama menciptakan keputusan
dalam bisnis.
·
Peluang bisnis
bukanlah suatu peluang jika tidak ada atau tidak sanggup menemukan tindakan
yang mungkin dan layak untuk mewujudkannya.
·
Persoalan-persoalan kunci dalam setiap
organisasi adalah persoalan yang tidak mempunyai pengalaman masa lampau sama
sekali, tapi dapat dipergunakan sebagai pedoman
2. Informasi
Yang Diperlukan Dalam Keputusan
Informasi adalah
keberhasilan pengambilan keputusan. Semakin rumit bisnis, maka sistem informasi
itu semakin diperlukan oleh seorang wirausaha. Kecepatan memperoleh dan
menerima akses informasi sangat dibutuhkan oleh para wirausaha. Akan tetapi,
bagaimana bentuk informasi yang dibutuhkan para wirausaha? Informasi-informasi
yang dibutuhkan oleh para wirausaha adalah sebagai berikut.
a. Informasi
atas orang, termasuk juga informasi pokok yang dituntut: gaji/upah dan jaminan
keselamatan kerja dan hidup.
b. Informasi
atas keseluruhan investasi dan investasi per devisi: pandangan masa depan
bisnis, kekayaan/utang, keberlanjutan bisnis.
c. Informasi
dalam operasi sehari-hari: penerimaan kas, pembayaran dalam usaha, neraca rugi
dan laba sebenarnya, struktur modal.
d. Fakta
dan data untuk pendukung bisnis dan cara yang memungkinkan wirausaha mengambil
keputusan mengenai perluasan usaha: pesaing, konstruksi, pabrik, produk,
gudang, pemasaran, dan sebagainya.
Pencarian
informasi memerlukan pengamatan yang cermat dan teliti terutama berkaitan
dengan hal-hal berikut.
1)
Pesaing
2)
Seluk-beluk
pemasaran
3)
Seluk-beluk
manajemen yang diperlukan
4)
Perkembangan
Arsitektur dan sipil
5)
Pengelolaan dan
pengendalian keuangan
6)
Pengalaman dan
penelitian usaha
7)
Sumber dan data
yang dapat dipercaya
8)
Manajemen survai
pemetaan
9)
Perkembangan
pariwisata
10) Perkembangan
paket-paket wisata
11) Administrasi
dan pembukuan
12) Perawatan
peralatan produksi
13) Perkembangan
teknologi
14) Akuntansi
dan auditing
15) Studi
kelayakan
16) Informasi
harga, promosi, dan distribusi.
Adapun urutan prioritas tindakan
dalam mengumpulkan informasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1) Mencari
informasi yang dibutuhkan dan diinginkan wirausaha, tetapi tersedia.
2) Mencari
informasi tidak dibutuhkan dan tidak diinginkan wirausaha, tetapi tidak
tersedia.
3) Mencari
informasi yang dibutuhkan dan diinginkan wirausaha, tetapi belum tersedia.
4) Mencari
informasi yang dibutuhkan, tetapi tak dikehendaki dan belum tersedia.
5) Mencari
informasi yang dibutuhkan dan tersedia walaupun tak dikehendaki.
Sumber-sumber informasi yang
dibutuhkan para wirausaha, antara lain meliputi informasi mengenai konsumen,
permintaan dan penawaran, pesaingan, advertensi, produk saingan, pengembangan
produk, desain, dan prilaku konsumen. Sumber-sumber bisnis yang dikumpulkan dan
diperlukan, persyaratannya yaitu:
1) Data-datanya
yang dipercaya;
2) Data-datanya
harus lengkap;
3) Data-datanya
masih berlaku;
4) Data-datanya
dapat dipergunakan.
Mencari dan mengumpulkan informasi
relatif mudah apabila para wirausaha cerdas, cekatan, terampil, berpengalaman,
dan pandai berkomunikasi dan tidak mudah putus asa serta cepat tidak puas diri.
Kelancaran di dalam berkomunikasi
ditentukan oleh keterampilan pada ketepatan cara mengekspresikan diri. Kunci
keberhasilan berwirausaha, terletak dalam memperoleh dan mengelola informasi
dan bukan terletak pada banyaknya informasi. Keberhasilan wirausaha yang
berhubungan dengan informasi dalam bisnisnya, diantaranya:
1) Harapan
masa depan bisnis
2) Sistem
nilai para wirausaha
3) Pengalaman
wirausaha dalam bisnis
4) Kekuatan
dan kelemahan bisnis
5) Sikap
dan perilaku konsumen
6) Daya
beli konsumen
7) Motivasi
konsumen
8) Realitas
bisnis
9) Peluang
bisnis
10) Hambatan
dan rintangan bisnis
11) Pesaing
12) Pelayanan
13) Risiko
kebutuhan konsumen
14) Perubahan
selera konsumen
15) Kebijakan
pemerintahan
3. Sumber-Sumber
Informasi Yang Dibutuhkan wirausaha
Sumber-sumber
informasi yang dibutuhkan wirausaha dalam rangka menunjang kebijakan bisnis
adalah sebagai berikut:
1) Hasil
penelitian pasar
2) Kondisi
ekonomi (daya beli masyarakat)
3) Kedudukan
perusahaan di pasar
4) Kondisi
Sumberdaya Manusia
5) Bagian
keuangan
6) Pembeli,
konsumen, dan distributor
7) Para
pesaing
8) Wilayah
niaga
9) Media
massa
10) Manager
produksi, antara lain mengenai:
(a)
Bahan baku
(b)
Tenaga kerja
(c)
Transfortasi
(d)
Kualitas produk
(e)
Desain produk
(f)
Model produk
(g)
Jenis dan ukuran
produk
(h)
Warna dan merk
produk
(i)
Manfaat dan
bungkus produk
(j)
Harga produk
11) Pemerintah
dan peraturannya
12) Hukum
Dengan
perkataan lain, sumber-sumber informasi tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua)
kelompok, sebagai berikut:
1)
Sumber Informasi
Data Primer
Sumber
infomasi data primer, diantaranya hasil riset, konsumen sendiri, pedagang
perantara, para penjual sendiri.
2)
Sumber informasi
data sekunder
Sumber
informasi data sekunder, diantaranya : hasil-hasil penelitian, Jurnal-jurnal,
perusahaan lain dalam kelompok sejenis, Pemerintah, perusahaan pendukung, Biro
Pusat Statistik, Asosiasi profesi, KADIN, Media Massa (Majalah, Koran,
Tabloid), Televisi.
4. Manfaat Sumber-Sumber
Informasi Usaha
Pemanfaatan
teknologi informasi, akan mengarahkan perusahaan pada cara kerja perusahaan,
perluasan kompetisi, pemasaran, penjualan, distribusi, promosi, dan
lain-lainnya. Adanya teknologi informasi akan menyebabkan orang-orang dengan
cepat mengetahui berita dan dengancepat pula dapat mengirim berita. Pemakaian
teknologi informasi banyak menimbulkan perubahan pada berbagai segi kegiatan
dalam perusahaan. Oleh karena itu, dalam rangka memajukan dan membesarkan usaha
atau bisnis, peran teknologi informasi harus dioptimalkan penggunaannya.
·
Informasi
semakin sedikit yang relevan. Orang-orang politik bilang “informasi adalah
kekuasaan”. Sementara orang-orang bisnis bilang “untuk mengetahui masa depan
bisnis. Untuk itu kuasailah dan cari sebanyak-banyaknya informasi.
·
Keberhasilan
wirausaha dalam mengelola informasi, bukan terletak pada banyaknya informasi
yang ia miliki, melainkan pada relevansinya.
Dengan adanya sumber-sumber
informasi, maka para wirausaha akan mengetahui bahwa informasi itu sangat
penting untuk bahan masukan bagi pengambilan suatu keputusan dalam bisnis.
Zaman sekarang dikenal abad informasi, yang mana kemampuan untuk mendapatkan
dan menggunakan sumber informasi merupakan aktiva yang terbesar. Orang-orang
politik bilang: “Siapa yang memiliki informasi paling banyak, dialah yang
paling berkuasa”. Sementara orang-orang bisnis mengatakan:”Untuk dapat
mengelola bisnis dengan baik, pasarkan sesuatu untuk masa depan; untuk
mengetahui masa depan, kuasailah sebanyak-banyaknya informasi”.
Dengan memanfaatkan sumber-sumber
informasi, para wirausaha akan melaksanakan perubahan atau perbaikan hal-hal
berikut:
1) Perluasan
kompetisi bisnis
2) Pembuatan
produk
3) Pemasaran
dan penjualan produk
4) Ketenagakerjaan
5) Cara
mengelola bisnis
6) Memilih
produk.
Dari penjelasan uraian di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa dengan adanya sumber-sumber informasi, maka para
wirausaha akan dapat:
1) Memilih
dan membuat produk dengan lebih cepat dan lebih murah.
2) Memilih
dan membuat produk yang bermutu laku dijual, dan harga bersaing.
3) Memilih
dan menentukan wilayah pemasaran yang menguntungkan.
4) Memilih
dan membuat desain baru atau kombinasi.
5) Memilih
dan membuat produk yang lebih baik dengan harga relative murah.
Sebelum memutuskan membuat suatu
produk perlu mempertimbangkan banyak faktor, salah satunya faktor pasar.
BAB
IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Konsep
penentuan harga pokok suatu produk dimulai dari perhitungan biaya dan akuntansi
biaya dimana pada prosesnya bertujuan sebagai penentu harga pokok produk,
pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan khusus.
Sementara
Harga pokok produksi (cost of good manufactured) adalah semua biaya yang
untuk membuat satu unit barang jadi yang meliputi biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik (Hanggana, 2008). Menurut
Mulyadi (2000: 10) harga pokok merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk
memperoleh aktiva, selain itu harga pokok juga digunakan untuk menunjukkan
pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan bahan baku menjadi produk. Namun
karena pembuatan produk tersebut bertujuan mengubah aktiva (berupa persediaan
bahan baku) menjadi aktiva lain (persediaan produk jadi), maka pengorbanan
bahan baku tersebut, yang berupa biaya bahan baku, akan membentuk harga pokok
produksi
DAFTAR PUSTAKA
- Evaluasi penenuan harga pokok produksi pada pembuatan tahu di Jumantono, oleh Wiwin Wahyuningsih
- MERUMUSKAN SOLUSI MASALAH, Oleh : M. Ichsan Amir Mujahid
buku referensi apa yang dipakai ?
BalasHapusTerimaksih atas bantuannya. walaupun kurang begitu paham.
BalasHapusTerimakasih 🙏
BalasHapus